Sabtu, 05 April 2014

HUKUM EKONOMI SYARIAH-MAKALAH ASH-SHARF (VALUTA ASING)

MAKALAH ASH-SHARF (VALUTA ASING)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Persoalan perdagangan valuta asing telah menjadi sangat populer, umum dan hampir dilakukan serta diterima sebagai suatu transaksi yang dipraktekkan diseluruh dunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu negara mengalami kemajuan tanpa berhubungan dengan perdagangan valuta asing. Oleh sebab itu selayaknya perdagangan valuta asing diterima dan diadopsi sebagai suatu kebutuan dibidang ekonomi dan bermanfaat serta sulit sekali dipisahkan dari dunia modern.
Pada umumnya valuta asing memperdagangkan mata uang, mata uang diperdagangkan secara berpasangan melalui broker atau dealer. Valas bersifat interbank karena waktu perdagangannya secara kontinu mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara dan bisa diasumsikan bahwa pasar valas dibuka 24 jam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan pengertian Ash-Sharf?
2.      Apa dampak Ash-Sharf bagi suatu negara?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ash-Sharf
Al-sharf secara etimologi artinya Al-Ziyadah (penambahan), Al-‘Adl (seimbang), penghindaran, pemalingan penukaran, atau transaksi jual beli.[1] Kadang-kadang Al-Sharf dipahami berasal dari kata Sharafa yang artinya membayar dengan penambahan.[2] Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Valuta asing disini maksudnya adalah valuta asing, dalam bahasa arab di sebut dengan As-sharf. Maksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya.[3] Atau sharf (money changing) adalah menjual nilai sesuatu dengan nilai sesuatu yang lain, meliputi emas dengan emas, perak dengan perak, dan emas dengan perak. Dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa Ba'i Sharf adalah menjual mata uang dengan mata uang (emas dengan emas).
Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri Rasulallah SAW bersabda :

الذَهَبُ بِالذَّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِضّةِ وَالبُرُّ بِالبُرِّ وَالمِلْحُ بِالمِلحِ مَثَلاً بِمَثَلٍ بِيَدٍ يَدًا فَمَن زَادَ وَاستَزَادَ فَقَد
اَربَىالمُعطِىسَوَاءٌ الاَخِدُوَ

Artinya : “emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, garam dengan garam sama-sama dari tangan ke tangan, siapa yang menambahkan atau minta ditambahkan sungguh ia telah berbuat riba, pengambil dan pemberi sama.”(HRAhmaddanBukhari)[4]

Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Dapat diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain.[5]

Adapun definisi para ulama sebagai berikut:
Ø  Menurut istilah fiqh, Ash-Sharf adalah jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai.Seperti memperjualbelikan emas dengan emas atau emas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang. Praktek jual beli antar valuta asing (valas), atau penukaran antara mata uang sejenis.
Ø  Menurut Heri Sudarsono, Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya.
Ø  Menurut Tim Pengembangan Institut Bankir Indonesia, Sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip Sharf yang dibenarkan secara syari'ah.
Ø  Adapun menurut ulama fiqh Sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis.[6]
Ø  Muhammad al-Adnani mendefinisikan al-sharf dengan tukar menukar uang. Taqiyyudin an-Nabhani mendefinisikan al-sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang lain atau berbeda jenisnya semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain. Beliau juga menyatakan bahwa jual beli mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang menurutnya mencakup beberapa hal sebagai berikut:[7]


a.       Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti pertukaran uang kertas dinar baru Irak dengan dinar lama.
b.      Pertukaran mata uang dengan mata uang asing seperti pertukaran dolar dengan pound Mesir.
c.       Pembelian barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut dengan mata uang asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran dolar dengan dinar Irak dalam suatu kesepakatan.
d.      Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dolar Amerika dengan dolar Australia.
e.       Penjulan promis (surat perjanjian untuk membeayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu.
f.       Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.

Masing-masing dari ke-enam bentuk kegiatan di atas dapat diklasifikasi menjadi dua macam kegiatan, yaitu jual beli dan pertukaran. Sehingga untuk masing-masing kegiatan tersebut dapat diberlakukan hukum jual beli dan pertukaran. Penjualan mata uang dengan mata uang yang serupa atau penjualan mata uang dengan mata uang asing dalam Islam inilah yang kemudian disebut sebagaial-sharf.
Apa yang diperdagangkan dalam penjualan valuta asing? Jawabannya tentu saja uang, mata uang diperdagangkan secara berpasangan melalui broker atau dealer. Valas bersifat interbank karena waktu perdagangannya yang secara kontinyu mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara dan bisa diasumsikan bahwa pasar valas buka 24 jam.
Kemudian siapa saja yang dikatakan sebagai pelaku atau subjek dari kegiatan valuta asing?. Ada beberapa golongan yang aktif melakukan transaksi jual beli valas, yang dapat digolongkan kepada 7 golongan berikut contohnya, yaitu:[8]
1.        Perusahaan. Perusahaan menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah pelaksanaan transfer investasi atau komersil. Kelompok ini terdiri dari para importir, investor internasional dan perusahan-perusahaan multinasional. Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan investasi.
2.        Masyarakat atau Perorangan. Masyarakat dan perorangan dapat melakukan transaksi valas untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya yaitu, Ayah mengirimkan uang untuk anaknya yang sedang sekolah di Amerika, maka terlebih dahulu Ayah harus membeli dolar atau menukar rupiah dengan dolar Amerika.
3.        Bank Umum dan Non Bank. Bank Umum dan non bank beroperasi di kedua pasar antar bank dan nasabah. Mereka melayani nasabah yang ingin bertransaksi valas. Mereka ini memperoleh keuntungan dengan membeli valuta asing pada harga permintaan (bid) dan menjualnya kembali pada harga yang sedikit lebih tinggi dari pada harga penawaran (offer).
4.        Broker atau Perantara. Broker atau perantara adalah orang atau persahaan yang tugasnya adalah menjadi perantara aktifitas transaksi valas.
5.        Pemerintah. Pemerintah melakukan valas untuk berbagai tujuan antara lain membayar cicilan hutang ke luar negeri, penerimaan hutang dari luar negeri yang harus ditukar ke valuta sendiri.
6.        Bank Sentral. Di banyak negara, Bank sentral tidak berada di bawah kendali pemerintah, dia merupakan lembaga independen yang bertugas menstabilkan perekonomian. Bank-bank sentral menggunakan pasar valas ini untuk memperoleh cadangan devisa dan juga mempengaruhi harga di mana mata uangnya diperdagangkan. Bank sentral mungkin melakukan langkah-langkah yang semata-mata dimaksudkan untuk mendukung atau mendongkrak nilai mata uang sendiri. Kebijakan atau strategi seperti ini banyak dilakukan oleh bank-bank sentral.
7.        Spekulator dan arbitrase. Mereka ini melakukan transaksi dalam pasar valuta asing untuk memperoleh keuntungan. Arbitrase pada prinsipnya merupakan suatu bentuk spekulasi yang terdapat dalam valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asing di suatu pusat keuangan kemudian menjualnya kembali di pusat keuangan lain untuk memperoleh keuntungan. Kegiatan arbitrase ini dimungkinkan mudah dan cepat dilakukan transfer dengan menggunakan alat telegrafik antara pusat keuangan satu dengan pusat keuangan dunia lainnya. Motif mereka ini berbeda dengan dealer, karena spekulator dan arbitrase beroperasi hanya untuk kepentingan mereka sediri tanpa suatu kebutuhan atau kewajiban untuk melayani klien atau untuk memastikan kontinuitas pasar. Sedangkan dealer mencari keuntungan dari spread antara permintaan dan penawaran dan hanya secara insedentil mencari keuntungan dari perubahan-perubahan harga. Sementara spekulator mencari seluruh keuntungan dari perubahan-perubahan harga secara simultan. Spekulasi dan arbitrase dalam jumlah besar biasanya dilakukan oleh trader. Bank-bank dalam hal ini dapat bertindak sebagai dealer, spekulator dan arbitrase.

B.       Dasar Hukum Ash-Sharf
1.      Menurut Al-quran
Dalam Al-quran tidak ada penjelasan mengenai jual beli sharf itu sendiri, melainkan hanya menjelaskan dasar hukum jual beli pada umumnya yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275, yaitu:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿٢٧٥﴾

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”[9]

2.      Menurut Al-Hadis
Setelah beberapa jenis mata uang telah dibuat, maka mata uang kertas wajib menggantikan fungsi emas dan perak, yang mana emas dan perak inilah yang dulu dipakai sebagai alat tukar. Dengan demikian mata uang kertas menjadi satu-satunya satuan hitung dan sarana perantara dalam tukar-menukar. Mata uang kertas menjadi nilai harga sebagaimana halnya emas dan perak. Oleh sebab itu hukum tukar menukar mata uang kertas tunduk kepada peraturan al-sharf sebagaimana halnya emas dan perak.

Para Fuqaha mengatakan bahwa kebolehan melakukan praktek sharf didasarkan pada sejumlah hadis nabi yang antara lain pendapat jumhur ulama yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari Nafi’ dari Abu Said berkata Rasulallah SAW bersabda:

عَن ابِي سَعِيدالخُدرِي قَالَ رَسُولُ الله صَلىّ الله عَلَيهِ وَسَلّم الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِضَّةِ وَالبُرُّ بِالبُرِّ وَالشَّعِيرُ باِلشّعِيرِ وَالتّمرُ بِالتّمرِ وَالمِلحُ بِالمِلحِ مَثَلًا بِمِثلٍ بِيَدٍ يَدًا فَمَن زَادَ اوَاستَزَادَ فَقَد اَربَى الاَخِدَ وَالمُعطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Artinya : “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barang siapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima atau pemberi sama-sama bersalah.”(HRMuslim)

Dalam hadis lain:

الذّهَبَ لَاتَبِيعُوا بِالذّهَبِ اِلّا مَثَلًا بِمَثَلٍ وَلَا تُشِفُّوا بَعضَهَا عَلَى بَعضٍ وَلَاالوَرَقَ تَبِيعُوا اِلّا مَثَلاً بِمَثَلٍ وَلَا تُشِفّوا بَعضَهَا عَلَى بَعضٍ وَلَا تَبِيعَواغَائِبًا مِنهَا بِنَا جِزٍ

Artinya : “janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian atas sebagian lainnya, janganlah kamu menjual uang kertas dengan uang kertas kecuali sama-sama bilangannya dan janganlah kamu lebihkan sebagian dengan sebagian lainnya dan janganlah kamu menjual barang yang tidak ada di tempat dengan yang sudah ada ditempat.”(HR Bukhari dan Muslim dari Abi Said)
Dari beberapa hadis di atas dapat dipahami bahwa hadis pertama dan kedua merupakan dalil diperbolehkannya sharf dan tidak boleh ada penambahan pada suatu barang yang sejenis. Sedangkan dalam hadis kedua selain diperbolehkannya praktek sharf, juga mengisyaratkan bahwa jual beli tersebut harus dilakukan secara tunai.[10]

3.      Menurut Ijma
Ulama sepakat bahwa akad Sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu:
Ø  Pertukaran tersebut harus dilaksanakan secara tunai (spot) artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
Ø  Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa.
Ø  Harus dihindari jual beli bersyarat, misalnya A setuju membeli barang dari B haru ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang.
Ø  Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
Ø  Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan.[11]

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)[12]

FATWA  DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 28/DSN-MUI/III/2002
Tentang
JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF)


Menimbang                 :
Mengingat
                   :
Memperhatikan
           :
MEMUTUSKAN
       :
Menetapkan
                : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF)

Pertama : Ketentuan Umum:
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Kedua : Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing
Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ِمَّما لاَ ُبَّد مِنْهُ) dan merupakan transaksi internasional.

Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).

Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir(spekulasi).

Ketiga :
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal :  14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M

C.      Syarat-Syarat Dan Batasan-Batasan Ash-Sharf (Valuta Asing)

  Ø  Serah terima sebelum iftirak (Berpisah)
Maksudnya yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama maupun yang berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak harus melakukan serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya. Apabila persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah.
Hal ini sesuai dengan dalil yang bersumber dari hadis nabi seperti yang telah disebutkan terakhir di atas yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Begitu pula dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad al-Khudhri, bahwasannya Rasulullah bersabda: ”janganlah kalian menjual emas dengan emas, kecuali sama rata, dan janganlah melebihkan salah satu diantara keduanya. Dan janganlah kalian menjual perak dengan perak, kecuali sama rata, dan janganlah kalian melebihkan salah satu antara keduanya. Namun terdapat beberapa interpretasi yang berbeda di kalangan ulama mengenai istilah iftirak, yaitu:
    1.      Jumhur ulama seperti ulama Hanafi, Syafi’i dan Hambali sepakat bahwa yang dimaksud iftirak adalah apabila kedua belah pihak telah meninggalkan tempat transaksi. Apabila kedua belah pihak belum beranjak dari tempat maka tidak dikatakan iftirak meski dalam waktu yang lama. Pengertian ini didasari kepada Umar bin Khatab ketika meriwayatkan sebuah hadis, lalu beliau berkata kepada thalhah: ”demi Tuhan, jangna kamu tinggalkan orang itu sebelum menerima sesuatu darinya.” dalil ini menunjukkan bahwa yang dijadikan standar iftirak adalah pisah badan.
    2.      Ulama Maliki berpendapat bahwa iftirak badan bukan merupakan ukuran sah atau tidaknya suatu transaksi. Yang jadi ukuran yaitu serah terima harus dilakukan ketika pengucapan ijab dan kabul berlangsung. Maksudnya, jika serah terima dilakukan setelah ijab kabul, maka transaksi tersebut dianggap tidak sah, sekalipun kedua belah pihak belum berpisah badan. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.: ” emas dengan emas adalah riba, kecuali ha wa ha (ucapan ambil dan bayar).” hal ini menunjukkan bahwa serah terima harus dilakukan seketika bersamaan dengan ijab kabul.

  Ø  Al-Tamatsul (Sama Rata)
Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan al-tafadhul. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.

  Ø  Pembayaran Dengan Tunai
Tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang terdapat penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat ini terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun mata uang yang berbeda.

  Ø  Tidak Mengandung Akad Khiyar Syarat
Apabila terdapat khiyar syarat pada akad al-sharf baik syarat tersebut dari sebelah pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama hukumnya tidak sah. Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima, sementara khiyar syarat menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini tentunya dapat mengurangi makna kesempurnaan serah terima. Menurut ulama Hambali, al-sharf dianggap tetap sah, sedangkan khiyar syaratnya menjadi sia-sia.

Selain beberapa syarat di atas, disebutkan pula batasan-batasan pelaksanaan valuta asing yang juga didasarkan dari hadis-hadis yang dijadikan dasar bolehnya jual beli valuta asing. Batasan-batasan tersebut adalah:


      1.      Motif pertukaran adalah rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
      2.      Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan
     3.      Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ ainiah).

Dalam hal perdagangan mata uang asing ini, Imam al-Subki sebagaimana dikutip Sura’i mengatakan bahwa pendapat yang populer pada mazhab Syafi’I adalah boleh hukumnya melakukan transaksi dengan mata uang dirham yang tengah berlaku walaupun ditukar dengan dirham biasa, sedangkan dirham sebagai mata uang negara yang mempunyai cap, maka transaksi semacam ini dibolehkan. Kemudian ia berkata berlakunya transaksi dengan mempertukarkan mata uang yang tidak sejenis tidaklah ada halangannya, asalkan secara tunai, Namun demikian apakah diperbolehkan mempertukarkan mata uang yang sama namanya tetapi berbeda negara yang memilikinya seperti dinar Marokko dengan dinar Maghribi. Dalam hal ini Imam al-Subki tidak menemukan adanya riwayat yang melarang tetapi pendapat yang terkuat adalah membolehkannya.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa tukar menukar uang yang satu dengan uang yang lain diperbolehkan. Begitu pula memperdagangkan mata uang asalkan nama dan mata uangnya berlainan atau nilainya saja yang berlainan, namun harus dilakukan secara tunai.[13]

Menurut ulama fiqh, persyaratan yang harus dipenuhi dalam jual beli mata uang adalah sebagai berikut:
 Ø  Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun oleh penjual, sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan tersebut dapat berbentuk penguasaan secara material, misalnya pembeli langsung menerima dolar Amerika Serikat yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Adapun penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek. Menurut para ahli fiqh, syarat ini untuk menghindarkan terjadinya riba nasi'ah. Jika keduanya atau salah satunya tidak menyerahkan barang sampai keduanya berpisah maka akad al-Sharf menjadi batal.
 Ø  Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama, sekalipun model dari mata uang itu berbeda. Misalnya, antara mata uang rupiah lembaran Rp50.000,- ditukar dengan uang Rp5000,-. Atau uang kertas ditukar dengan uang logam.
 Ø  Dalam sharf, tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya hak khiyar syarat bagi pembeli. Alasannya adalah selain untuk menghindari riba, juga karena hak khiyar membuat hukum akad jual beli menjadi belum tuntas. Sedangkan salah satu syarat jual beli sharf adalah penguasaan valuta yang dipertukarkan sesuai dengan nilai tukar keduanya oleh masing-masing pihak.
 Ø  Dalam akad sharf tidak boleh ada tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah badan. 

Menurut Mustafa Ahmad az-Zahra (ahli fiqh) dua syarat terakhir terkait erat dengan syarat pertama. Oleh sebab itu ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan oleh syarat penguasaan objek akad secara tunai tersebut.
Pertama, ibra (pengguguran hak) atau hibah. Apabila seseorang menjual dolarnya dengan rupiah, kemudian setelah pembeli menerima dolarnya, penjual menyatakan ibra atau menghibahkan haknya (rupiah dari pembeli), maka dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, yaitu apabila pembeli menerima ibra, maka gugurlah kewajibannya untuk menyerahkan rupiah tersebut dan akad sharf menjadi batal. Kemudian apabila pembeli tidak mau menerima ibra, maka ibra atau hibahnya tidak sahakan tetapi akad tetap berlaku. Kedua, apabila salah satu pihak memberikan sesuatu yang melebihi kewajibannya dalam pertukaran objek sharf, menurut ulama fiqh itu tidak boleh, karena merupakan riba. Ketiga, apabila terjadi pengalihan hutang kepada orang lain (hiwalah), misalnya salah satu pihak menunjuk orang lain untuk menerima atau menguasai objek sharf secara langsung di majelis akad, menurut ulama fiqh hukumnya boleh karena penguasaan objek akad sharf tersebut memenuhi syarat secarasempurna. Keempat, terjadi saling pengguguran hak atau utang (Al-muqasah).[14]
Dalam hal memperjualbelikan mata valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai, Yusuf al-Qardhawi mengatakan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu tidak sah jual beli uang dengan sistem penangguhan, bahkan harus dilakukan secara tunai ketika di tempat transaksi. Hanya saja yang menjadi kriteria tunainya sesuatu itu menurut ukurannya sendiri-diri. Dalam hal ni menurut Yusuf al-Qardhawi syara’ telah menyerahkan ukuran tersebut kepada adat kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Walaupun demikian, realita tunai ini juga mengikuti hukum darurat yang diukur sesuai dengan ukurannya. Justru itu umat Islam tidak diperkenankan untuk menjual apa yang dibelinya kecuali setelah diterimanya terlebih dahulu barang itu menurut adat kebiasaan yang berlaku.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli hukum Islam di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya mereka sepakat tentang bolehnya memperjual belikan valuta asing dari jenis mata uang apapun dan dari negara manapun. Tetapi juga mereka sepakat bahwa transaksi valuta asing harus dilakukan secara tunai dan bertangguh. Hal ini didasarkan pada ketentuan syari’ah seperti yang dijelaskan oleh hadis hadis Nabi di atas.
Ada hal penting yang tersirat dari hadis hadis Nabi maupun penafsiran para ahli hukum Islam tentang perdagangan valuta asing ini, yaitu bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang di rugikan dan dizalimi, dan tidak mendatangkan mudharat bagi masyarakat banyak. Persoalan yang merupakan masalah yang berkaitan dengan hajat orang banyak terhadap kebutuhan ekonomi. Oleh sebab itu, dapat dimengerti mafhum mukhalafah dari hikmah yang terkandung dari ketentuan di atas. Di satu sisi pertukaran dan perdagangan valuta asing merupakan suatu kebutuhan untuk perdagangan internasional dan kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan negara lain. Akan tetapi di sisi lain, harus dapat pula menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang syari’ah dan perilaku yang mendatangkan kemudharatan.
Sesuai dengan maqashid syari’ah yang salah satu prinsipnya mengenai aspek hajjiyah dalam pengertian segala yang menyulitkan dan menjadi beban bagi kehidupan harus dihindari, maka sesungguhnya elastisitas hukum Islam mengenai perdagangan valuta asing dapat dilihat dari sisi lain. Pada kasus perdagangan valuta asing saat sekarang, yang notabene tidak secara tunai dan tidak simultan penyerahan dana ketika transaksi disepakati, merupakan fenomena yang tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah. Ada baiknya ketentuan harus tunai dan simultan itu untuk ditinjau kembali secara mendalam, karena perkembangan dunia modern saat ini dengan kemajuan teknologi yang sudah sedemikian pesatnya, yang seandainya ketentuan tersebut tidak memiliki sifat elastisitas sesuai dengan perubahan waktu, tempat, situasi dan kondisi, maka justru akan mendatangkankesulitan, sedangkan nafyul haraj dalam istilah ushul fiqh merupakan suatu keniscayaan.[15]

D.      Aplikasi Pada Lembaga
Dalam aplikasi di suatu lembaga maka harus adanya :
      1.      Ijab-Qobul: (Ada perjanjian untuk memberi dan menerima)
Ø  Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai.
Ø  Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan.
Ø  Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)
      2.      Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:
Ø  Suci barangnya (bukan najis)
Ø  Dapat dimanfaatkan
Ø  Dapat diserahterimakan
Ø  Jelas barang dan harganya
Ø  Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya.
Ø  Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan.[16]

E.       Aplikasi  Jual Beli Sharf Di Perbankan Syariah
Perdagangan valuta asing dapat dianalogikan dengan pertukaran antara emas dan perak.[17]Dalam aplikasinya diperbankan syariah, sharf merupakan pelayanan jasa bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip yang dibenarkan syariah.Kebutuhan transaksi valas semakin menguat karena volume transaksi pembayaran internasional kian meningkat. Di bank syariah, transaksi valas pun harus memenuhi prinsip pertukaran secara spot, berlangsung dengan tunai dan tidak mengandung unsur spekulasi.
Prinsip utama dalam melakukan perjanjian (akad) sharf adalah pertukaran mata uang secara spot, tunai dan tidak untuk spekulasi. Sharf membenarkan transaksi yang dilakukan untuk berjaga-jaga atau dalam bentuk simpanan. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan transaksi sharf. Bila transaksi dilakukan untuk mata uang yang sejenis, maka nilai nominal harus sama dan secara tunai (taqabudh).
Untuk transaksi mata uang yang berbeda, maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi berlaku. Jenis transaksi valuta asing dalam perbankan ini terbagi dalam empat kelompok.
Ø  Pertama, transaksi spot dimana penyelesaian paling lambat dua hari.
Ø  Kedua, transaksi forward dengan harga waktu mendatang lebih dari dua hari.
Ø  Ketiga, transaksi swap dimana kontrak pembelian dan penjualan dengan harga tertentu yang dikombinasikan.
Ø  Jenis transaksi terakhir adalah option, dimana merupakan kontrak untuk memperoleh hak untuk membeli atau menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit pada harga dan jangka waktu tertentu.

Dari keempat jenis transaksi tersebut, sharf hanya memperbolehkan transaksi spot saja karena transaksi tunai. Sedangkan untuk ketiga transaksi lainnya tidak dibenarkan dalam sharf, karena menggunakan harga yang diperjanjikan muwa’adah) dan penyerahan dilakukan di kemudian hari. 
Contoh  produk jual beli salam di bank syariah adalah Produk Bank Syariah Tukar Bank Note ke Rupiah atau Tukar Rupiah ke TT (Valas).[18]

F.       Al-Sharf Yang DiPerbolehkan dan Yang DiLarang[19]
Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syari’ah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut :
 Ø  Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
 Ø  Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, buka dalam jual beli rangka spekulasi.
 Ø  Harus dihindari bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa mendatang.
 Ø  Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
 Ø  Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa hal kepemilikan.
 Ø  Penukaran harta atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara kedua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
 Ø  Rukun dan syarat jual beli harus sempurna jika tidak maka dianggap batal. 
 Ø  Serah-terima dilakukan secara langsung dan tunai.
G.      Dampak Al-Sharf Bagi Suatu Negara[20]
Valuta asing sangat penting terjadi apabila dilakukannya perdagangan Internasional untuk meningkatkan sektor riil yang dalam dunia perdagangan Internasional apabila mendapat keuntungan dari penjualan terhadap negara luar dusebut devisa, untuk melakukan import maka diperlukan mata uang asing begitu juga eksport.
Kurs mata uang tersebut bisa diubah-ubah, tergantung pada situasi ekonomi negara masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu kewaktu secara sunatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilitas mata uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.
Transaksi jual beli valuta asing pada umumnya diselenggarakan dipasar valuta asing, money changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas.
Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, anta lain menimbulkan ketidak stabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat umum, malah kegiatan jual beli valas cendrung mendorong jatuhnya nilai mata uang, karena para spekulah sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam.
Bila nilai mata uang anjlok, maka secara otomatis, rusaklah suatu negara tersebut dengan ditandai dengan naiknnya harga barang-barang atau terjadinya inflasi secara tajam. Sedangkan inflasi adalah realitas ekonomi yang tidak diinginkan dalam ekonomi Islam.
Akibat lainnya adalah goncang dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor yang pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering menimbulkan PHK dimana-mana. Demikian pula, suku bunga pinjaman perbankan menjadi tinggi. APBN harus direvisi karena disesuaikan dengan dolar. Defisit APBN pun semakin membengkak secara tajam.
Demikianlah keburukan jatuhnya nilai mata uang rupiah yang dipicu oleh permintaan spekulasi dan mata uang yang berfluktuasi secara liar, amat dilarang dalam Islam.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Jual beli sharf (money changing) adalah menjual nilai sesuatu dengan nilai sesuatu yang lain, meliputi emas dengan emas, perak dengan perak, dan emas dengan perak. Yang dimaksud dengan nilai adalah sesuatu yang diciptakan sebagai patokan harga. Termasuk juga menjual perhiasan dengan perhiasan dengan uang.
Berdasarkan hadis nabi SAW, para ulama membolehkan praktek jual beli sharf dengan syarat-syarat tertentu. Syarat keabshan jual beli sharf adalah bahwa penerimaanya harus di tempat transaksi, dan harus secara tunai serta tidak boleh ada penambahan pada dua barang yang sejenis untuk menghindari terjadinya riba.
Kemudian berdasarkan Fatwa DSN 28/DSN-MUI/III/2002, bahwa jual beli sharf pada prinsipnya boleh dengan ketentuan-ketentuan: Tidak untuk spekulasi (untung-untungan), Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan), Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh)., dan Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Kemudian mengenai aplikasi jual beli sharf ini, sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan internasional, perbankan syariah pun tidak dapat menghindarkan diri dari keterlibatannya pada pasar valuta asing. Perbankan syariah harus menyusun pedoman kerja operasional bagi dirinya agar juga mempunyia akses yang luas ke pasar valuta asing tanpa harus terlibat pada mekanisme perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.





[1] Ghufron A Mas'adi, Fiqh Muamalah Konstekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 149.
[2] Murtadho Muthahari, Ar-Riba Wa At-Ta'min, Terj. Irwan Kurniawan "Asuransi dan Riba", Bandung: Pustaka Hidayah, 1995, hlm. 219.
[3] Harry Ahby, “My Blog”, As-Sharf, di akses dari http://ahby007.blogspot.com/2012/09/as-sharf.html pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 11:46.
[4] Anggi Setiawan, “berbagi ilmu”, makalah tentang tukar-menukar (ash sharf), di akses dari http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/makalah-tentang-tukar-menukar-ash-sharf.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:38
[5] Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspefektif Islam. 72, Surabaya: Risalah Gusti
[6] Anggi Setiawan, “berbagi ilmu”, makalah tentang tukar-menukar (ash sharf), di akses dari http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/makalah-tentang-tukar-menukar-ash-sharf.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:38
[7] Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspefektif Islam. 72, Surabaya: Risalah Gusti
[8] Heli charisma berlianta, Mengenal valuta asing Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, 4-5.
[9] Abdul Ghofur, “Zona Share Free”, Jual Beli As-Sharaf, di akses dari http://softweregratistanpanamagroup.blogspot.com/2012/04/as-sharf-valas.html pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 11:35.
[10] Anggi Setiawan, “berbagi ilmu”, makalah tentang tukar-menukar (ash sharf), di akses dari http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/makalah-tentang-tukar-menukar-ash-sharf.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:38
[11] Abdul Ghofur, “Zona Share Free”, Jual Beli As-Sharaf, di akses dari http://softweregratistanpanamagroup.blogspot.com/2012/04/as-sharf-valas.html pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 11:35.
[12] Mr Jack, “Hamba Yang Lemah”, Jual Beli Mata Uang (As-Sharf), di akses dari http://mrjack.wordpress.com/2009/11/13/jual-beli-mata-uang-al-sharf-forex/ pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 12:35
[13] Arya Adikara Ronggolawe, “Iluminasi Hati”, Makalah Valas, di akses dari http://chimoesyai.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:13.
[14] Anggi Setiawan, “berbagi ilmu”, makalah tentang tukar-menukar (ash sharf), di akses dari http://anggistlicious.blogspot.com/2013/11/makalah-tentang-tukar-menukar-ash-sharf.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:38
[15] Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Pewrsefektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 1996) 187.
[16] Harry Ahby, “My Blog”, As-Sharf, di akses dari http://ahby007.blogspot.com/2012/09/as-sharf.html pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 11:46.
[17] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2011, hlm196.
[18] Abdul Ghofur, “Zona Share Free”, Jual Beli As-Sharaf, di akses dari http://softweregratistanpanamagroup.blogspot.com/2012/04/as-sharf-valas.html pada tanggal 24 Maret 2014 pukul 11:35.
[19] Muhammad Nur Fadli, “Ekonomi Syari’ah Centre”, Sharf dan Valas, di akses dari http://ragamilmusyariah.blogspot.com/2013/03/sharf-dan-valas.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:39
[20] Muhammad Nur Fadli, “Ekonomi Syari’ah Centre”, Sharf dan Valas, di akses dari http://ragamilmusyariah.blogspot.com/2013/03/sharf-dan-valas.html pada tanggal 1 April 2014 pukul 13:39

1 komentar:




  1. Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

    Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

    saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Pembayaran yang fleksibel,
    Suku bunga rendah,
    Layanan berkualitas,
    Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

    Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

    Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

    BalasHapus