Senin, 07 April 2014

HUKUM ACARA PENGADILAN AGAMA-MAKALAH PROSEDUR CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA

MAKALAH PROSEDUR CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebagai umat Islam yang bertaqwa, kita tidak akan terlepas dari syari’at Islam. Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ketaqwaan kita. 
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, cerai dan talak. Ketiga hal ini sudah di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan perkawinan. 
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang melaporkan isterinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya mengucapkan kata talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan yang paling di benci Allah adalah talaq. dari sini jika kita menengok kejadian-kejadian yang menimpa suami isteri yang bercerai maka patut kita bertanya ada apa di balik semua itu. Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian. Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan sebuah perceraian.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana prosedur cerai talak di pengadilan agama?
2.      Apa saja syarat-syarat yang diperlukan dalam prosedur cerai talak di pengadilan agama?

  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Cerai Talak
Cerai adalah Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain di sebabkan karena perceraian. Sedangkan talak adalah melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah tangga.
B.     Prosedur Dan Proses Penyelesaian Perkara Cerai Talak
Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami) atau kuasanya :
1.      a.Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan    Agama/Mahkamah Syar’iyah (pasal 118 HIR, 142 R. Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 tahun 2006 dan UU.50 Tahun 2009)
b.Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang tata cara membuat surat permohonan (pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo. Pasal 58 UU No.7 tahun 1989 yang diuba dengan UU No.3 tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009)
c.Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohan telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
 2.   Permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah :
a.       Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
b.      Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama. Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU. No 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
c.       Bila termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
d.      Bila pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 66 ayat (4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).

3.      Permohonan tersebut memuat :
a.    Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon ;
b.    Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c.    Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).4. Permohonan soal penguasaan  anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
4.      Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
5.      Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R. Bg Jo. Pasal 89 No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009). bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R. Bg.).

C.    PROSES PENYELESAIAN PERKARA :
1.      Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syar’iyah,
2.      Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3.      a. Tahapan Persidangan :
1.   Dalam upaya mengintensipkan upaya perdamaian sebagaimananya dimaksud Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg pada hari sidang pertama yang dihadiri para pihak,hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi (Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) PERMA No.1 Tahun 2008).
2.   Pada permulaan pelaksanaan mediasi, suami dan isteri harus secara pribadi (Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009).
3.   Apabila upaya perdamaian melalui mediasi tidak berhasil ,maka pemeriksaan perkara di lanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan .
4.   Pada saat menyampaikan jawaban atau selambat-lambatnya sebelum pembuktian, termohon dapat mengajukan rekonvensi atau gugat balik (132b HIR, Pasal 158 RBg dan Buku II Edisi Revisi).
b. Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai talak sebagai berikut:
1.      Permohonan dikabulkan. Apabila pemohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut.
2.      Permohonan ditolak . Pemohon dapat mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut.
3.      Permohonan tidak dapat diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
  
4.      Apabila permohanan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
a.       Pengadilan agama /mahkamah syari’yah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak.
b.      pengadilan agama/mahkamh Syar’iyah memanggil pemohon dan termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c.       Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan hukum yang sama( Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009)
5.      Setelah ikrar talak di ucapkan panitria berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-selambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak ( pasal 84 ayat (4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009)


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
PROSES PENYELESAIAN PERKARA
1.      Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah syar’iyah
2.      Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3.      a.   Tahapan Persidangan
b.      Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai talak
4.      Apabila permohanan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
a.         Pengadilan agama /mahkamah syari’yah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak.
b.         pengadilan agama/mahkamh Syar’iyah memanggil pemohon dan termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c.         Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan hukum yang sama( Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009)
5.      Setelah ikrar talak di ucapkan panitria berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-selambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak ( pasal 84 ayat (4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009)


 DAFTAR PUSTAKA

Fiqih Sunah Jilid II dan III, oleh Sayyid Sabiq, Darulfikri 19;
Fiqih Munkahat, oleh Dr. H.Abd Rahman Ghazaly,MA Fajar Interpratama Offset tahun 2006;
Himpunan Peraturan Perundangan-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama Deriktur Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI tahun 2001;
Kedudukan kewenangan dan Acara Peradilan Agama, oleh M. Yahya Harahap,SH.Pen. PT. Metropolitan Press, Jakarta tahun 1993.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar