MAKALAH PROSEDUR CERAI
TALAK DI PENGADILAN AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai umat Islam yang bertaqwa, kita tidak akan terlepas dari
syari’at Islam. Hukum yang harus di patuhi oleh semua umat Islam di seluruh
penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata
Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ketaqwaan kita.
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, cerai dan talak. Ketiga hal ini sudah
di atur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an maupun dalam Hadits Rasulullah
SAW. Perkawinan merupakan peristiwa yang sering kita jumpai dalam hidup ini,
bahkan setiap hari banyak umat Islam yang melakukan perkawinan.
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis
yang melaporkan isterinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan gampangnya
mengucapkan kata talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa perbuatan
yang paling di benci Allah adalah talaq. dari sini jika kita menengok
kejadian-kejadian yang menimpa suami isteri yang bercerai maka patut kita
bertanya ada apa di balik semua itu. Kita
ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat perceraian.
Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika melakukan
sebuah perceraian.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur cerai talak di pengadilan
agama?
2. Apa saja syarat-syarat yang diperlukan dalam
prosedur cerai talak di pengadilan agama?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Cerai Talak
Cerai adalah Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain
di sebabkan karena perceraian. Sedangkan talak adalah melepaskan atau
membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti
menceraikan. Talak merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan
pernikahan antara suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam
membina rumah tangga.
B.
Prosedur Dan Proses Penyelesaian
Perkara Cerai Talak
Langkah-langkah yang harus
dilakukan Pemohon (suami) atau kuasanya :
1.
a.Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah (pasal 118 HIR, 142
R. Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 tahun
2006 dan UU.50 Tahun 2009)
b.Pemohon dianjurkan untuk meminta
petunjuk kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah tentang tata cara membuat
surat permohonan (pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo. Pasal 58 UU No.7 tahun 1989 yang
diuba dengan UU No.3 tahun 2006 dan UU No.50 Tahun 2009)
c.Surat permohonan dapat dirubah
sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohan telah menjawab surat
permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas
persetujuan Termohon.
2. Permohonan
tersebut diajukan ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah :
a.
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal
66 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan
UU. No. 50 Tahun 2009).
b.
Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah
disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada
Pengadilan Agama. Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU. No 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan
UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
c.
Bila termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan
diajukan kepada pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU No. 7 tahun 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
d.
Bila pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri,
maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah
hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan
Agama Jakarta Pusat (pasal 66 ayat (4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah
dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
3.
Permohonan tersebut memuat :
a.
Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon
;
b.
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c.
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).4.
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah
anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU
No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50
Tahun 2009).
4.
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan
harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau
sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU No. 7 tahun 1989 yang telah
diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU. No. 50 Tahun 2009).
5.
Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4)
R. Bg Jo. Pasal 89 No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun
2006 dan UU No.50 Tahun 2009). bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara
Cuma-Cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R. Bg.).
C.
PROSES PENYELESAIAN PERKARA :
1.
Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan agama/mahkamah
syar’iyah,
2.
Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah
syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3.
a. Tahapan Persidangan :
1.
Dalam upaya mengintensipkan upaya perdamaian sebagaimananya
dimaksud Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg pada hari sidang pertama yang dihadiri
para pihak,hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi (Pasal 7 ayat (1)
dan Pasal 11 ayat (1) PERMA No.1 Tahun 2008).
2.
Pada permulaan pelaksanaan mediasi, suami dan isteri harus
secara pribadi (Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 yang telah diubah UU No.3 Tahun
2006 dan UU No.50 Tahun 2009).
3.
Apabila upaya perdamaian melalui mediasi tidak berhasil ,maka
pemeriksaan perkara di lanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban,
jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan .
4.
Pada saat menyampaikan jawaban atau selambat-lambatnya sebelum
pembuktian, termohon dapat mengajukan rekonvensi atau gugat balik (132b HIR,
Pasal 158 RBg dan Buku II Edisi Revisi).
b. Putusan pengadilan
agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan cerai talak sebagai berikut:
1.
Permohonan dikabulkan. Apabila pemohon tidak puas dapat
mengajukan banding melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut.
2.
Permohonan ditolak . Pemohon dapat mengajukan banding melalui
pengadilan agama/mahkamah syar’iyah tersebut.
3.
Permohonan tidak dapat diterima. Pemohon dapat mengajukan
permohonan baru.
4.
Apabila permohanan dikabulkan dan putusan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka :
a.
Pengadilan agama /mahkamah syari’yah menentukan hari sidang
penyaksian ikrar talak.
b.
pengadilan agama/mahkamh Syar’iyah memanggil pemohon dan
termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c.
Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan
sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar
talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan
perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan hukum yang sama( Pasal 70 ayat
(6) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU
No.50 Tahun 2009)
5.
Setelah ikrar talak di ucapkan panitria berkewajiban
memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak
selambat-selambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak ( pasal 84
ayat (4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU
No.50 Tahun 2009)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
PROSES PENYELESAIAN PERKARA
1.
Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke pengadilan
agama/mahkamah syar’iyah
2.
Pemohon dan Termohon dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah
syar’iyah untuk menghadiri persidangan.
3.
a. Tahapan Persidangan
b.
Putusan pengadilan agama/mahkamah syar’iyah atas permohonan
cerai talak
4.
Apabila permohanan dikabulkan dan putusan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka :
a.
Pengadilan agama /mahkamah syari’yah menentukan hari sidang
penyaksian ikrar talak.
b.
pengadilan agama/mahkamh Syar’iyah memanggil pemohon dan
termohon untuk melaksanakan ikrar talak.
c.
Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan
sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar
talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan
perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan hukum yang sama( Pasal 70 ayat
(6) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU
No.50 Tahun 2009)
5.
Setelah ikrar talak di ucapkan panitria berkewajiban
memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak
selambat-selambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak ( pasal 84
ayat (4) UU No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 dan UU
No.50 Tahun 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Fiqih Sunah Jilid II dan III, oleh Sayyid Sabiq, Darulfikri
19;
Fiqih Munkahat, oleh Dr. H.Abd Rahman Ghazaly,MA Fajar
Interpratama Offset tahun 2006;
Himpunan Peraturan Perundangan-undangan dalam Lingkungan
Peradilan Agama Deriktur Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama RI tahun 2001;
Kedudukan kewenangan dan Acara Peradilan Agama, oleh M.
Yahya Harahap,SH.Pen. PT. Metropolitan Press, Jakarta tahun 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar